Gempa bumi berskala 7.6 telah meluluh lantakan kota Padang dan sekitarnya. Kerusakan terasa masif, terlihat dari berita-berita baik dimedia cetak maupun elektronik. Mengapa bangunan bisa sampai runtuh akibat gempa tersebut? Sengaja saya menulis artikel ini dengan harapan rekan-rekan Teknik Sipil UNISSULA dapat mengambil pelajaran dan manfa'at untuk kebaikan umat manusia dikemudian hari.
Belum terlambat untuk mengucapkan turut berduka cita atas koban musibah gempa di Padang beberapa waktu lalu (30/09/09). Karena Gempa padang merupakan salah satu gempa terkuat yang pernah terjadi di Indonesia, pembicaraan mengenai musibah tersebut pun sering terdengar di mana-mana, entah itu di pemberitaan TV, radio, obrolan sehari-hari, infotainment, dan juga di media internet: berita online, blog, sampai status facebook dan twitter.
Nah, dalam bidang keilmuan khususnya teknik sipil, topik ini juga tidak sepi dari berbagai macam diskusi, forum, maupun kajian-kajian keilmuan. Bagaimana tidak? Sebagian besar hasil karya mereka (para engineer) diuji langsung oleh alam. Tidak sedikit rekan berkomentar, “di sinilah ketahuan, mana perencana yang benar, mana yang asal-asalan”. Kalaupun perencananya sudah benar, berarti pelaksananya yang nggak beres. Dalam dunia kerja, hal seperti ini merupakan hal yang biasa.
Kerusakan struktur yang sering terjadi akibat gempa antara lain :
A. Kegagalan Soft Story
Hampir semua bangunan yang rubuh saya simpulkan mengalami keruntuhan soft story. Buat yang belum tahu, sekedar informasi, istilah soft story menunjuk kepada kondisi keruntuhan gedung (biasanya berlantai lebih dari satu) di mana lantai di bawah lebih “lunak” daripada lantai di atasnya, atau kalau dibalik, lantai di atas lebih “keras” atau kaku dibanding lantai di bawahnya.
Berikut ini adalah gambar beberapa bangunan yang mengalami kegagalan karena pengaruh soft story.
bangunan di atas terpisah dengan ruko di kiri-kanannya
lantai 1 seolah-olah tenggelam ke dalam tanah
kegagalan pada kolom di lantai 1
perhatikan kolom lantai 1...
soft story terjadi di lantai tengah ?
soft story di lantai 2
Pembahasan Tentang Soft Story (Klik disini)
B. Detailing Yang Tidak Tepat
Di dalam perencanaan bangunan tahan gempa, kita harus memahami filosofi keruntuhan sebuah bangunan (khususnya sistem frame/portal). Ada konsep yang dinamakan “strong column weak beam” (STWB). Konsep ini juga insya Allah akan dibahas lebih jauh di artikel lain. Intinya, pada konsep ini, sesuai namanya, kolom tidak boleh collapse lebih dulu dibandingkan balok. Bicara tentang STWB berarti bicara tentang beam-column joint, dan bicara tentang joint tidak lepas dari yang namanya detailing. Walaupun hitungannya benar, tapi kalau detail dan penertapannya salah, maka sama saja bo'ong. Beberapa gambar di bawah menunjukkan detailing yang kurang tepat :
salah satu sisi Hotel Ambacang
Masih ingat dengan Hotel Ambacang yang banyak diekspos media, ini adalah beberapa petunjuk yang menjelaskan penyebab keruntuhan. Beam-column joint ini misalnya. Kalau dilihat bentang tengah balok kiri, kanan, dan bagian tengah kolom di bawah, betonnya masih oke, tulangannya masih terbungkus aman. Tapi di daerah joint, terjadi collapse. Kurangnya sengkang (ties) di daerah joint bisa menyebabkan keruntuhan ini, buktinya adalah tulangan utama sudah tidak terkekang dan “terlempar” keluar akibat stress yang tinggi yang berasal dari inti beton.
Kasus yang sama terjadi pada beberapa gedung berikut:
keruntuhan kolom, sengkang tidak cukup kuat
Sengkang yang digunakan pada kolom di atas berukuran sangat kecil. Sepanjang pengetahuan saya, di SNI Beton 2002 disebutkan bahwa diameter minimum untuk tulangan sengkang (lateral) elemen kolom (khususnya dalam memikul beban gempa) adalah 10 mm (boleh polos, sebaiknya ulir).
Pelanggaran yang kedua adalah, menggunakan tulangan polos pada elemen penahan gempa, padahal SNI sudah mengatur untuk menggunakan tulangan ulir untuk semua penulangan (kecuali sengkang boleh polos). Kenapa tulangan polos “diharamkan”? Karena mekanisme lekatannya hanya mengandalkan adhesi dan friksi. Menurut data, kuat lekat ini hanya 10% dari lekatan tulangan ulir dengan diameter yang sama. Pada saat gempa, di mana gaya gempa bekeja bolak-balik, gaya lekatan tulangan polos akan menurun drastis, bahkan bisa hilang (loss) kontak dengan beton, akibatnya sendi plastis yang diharapkan terjadi pada balok tidak akan terjadi.
keruntuhan pada kolom, sengkang kecil dan kurang, tulangan polos
tulangan utama tidak "diikat" dengan baik oleh sengkang
Pembahasan Tentang Strong Colum Weak Beam (Klik disini)
C. Dinding Bata Juga Mendisipasi Energi??
dinding rubuh
Walaupun dinding di atas cuma dinding pembatas dua lahan, tapi bisa dibayangkan jika dinding tersebut jatuh menimpa orang di sebelahnya. Kesalahan fatal dinding tersebut adalah, tidak ada struktur yang cukup untuk menahan dinding tersebut terhadap arah lateral.
Gambar di atas, sebenarnya dinding bata sudah dikekang dengan baik, tapi ikatannya terhadap beton kurang begitu kuat sehingga batanya sudah tidak mampu mendisipasi energi gempa. Struktur betonnya sendiri masih utuh, hanya beberapa lapisan finishing yang terlepas.
Dinding di Hotel Bumi Minang
Sementara gambar di atas, dinding batanya ikut mendisipasi energi gempa dan tidak ambruk. Walopun sudah porak-poranda, tapi dinding tersebut masih “menempel” pada struktur utama.
D. Mutu Beton Yang Kurang Baik
Pada kolom di atas, tulangan masih terpasang dengan rapi. Sengkang tidak terlepas, tulangan utama tidak “berhamburan”, tapi justru inti betonnya yang hancur lebur. Ini menandakan kualitas beton yang terpasang kurang baik.
E. Keruntuhan Bangunan Baja
Salah satu bangunan struktur baja yang ambruk
Bangunan di atas adalah bangunan hotel yang mempunyai struktur rangka baja.
Tanah bergeser
Di sekitar bangunan tersebut, ada lapisan tanah yang bergeser. Bisa jadi pemicu keruntuhan tersebut adalah bergesernya lapisan tanah yang mungkin membuat (sebagian) pondasi ikut bergeser, sehingga struktur di atasnya terganggu keseimbangan maupun kestabilannya.
Sambungan balok yang merobek sebagian kolom
Penutup
Itulah sebagian dari penelusuran saya di internet yang bisa saya share ke teman-teman. Walaupun banyak gedung yang rubuh, tapi tidak sedikit juga gedung-gedung serupa yang masih berdiri dengan kokoh dan tidak mengalami kerusakan yang berarti. Jadi, jangan sesalkan gempanya karena masalah gempa adalah masalah musibah yang sifatnya ghaib (hanya Yang Maha Kuasa yang mengatur semuanya). Kalaupun harus ada yang disesalkan, maka sesalkanlah konstruksi bangunannya yang kurang memenuhi syarat baik itu dalam segi perencanaan maupun pada waktu pelaksanaan.
Itulah sebabnya, perhitungan yang matang, detailing yang tepat, dll sangat perlu diperhatikan. Soalnya, berbicara masalah bangunan tahan gempa, artinya kita sebagai structural engineer punya tanggung jawab untuk mencegah atau mengurangi jatuhnya korban yang bisa saja muncul akibat konstruksi yang salah dalam perencanaan dan atau pelaksanaan.
Pustaka :
http://www.duniatekniksipil.web.id
http://www.ilustri.org
SNI Beton 2002
http://www.google.com/image.html
http://www.engineerwork.blogspot.com
http://www.infobangunan.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar